Pages

0 Di Waktu Subuh

Sabtu, 23 Maret 2013

Perjalanan pesawat pada tanggal 21 maret 2013 dengan lion air tujuan ke jogjakarta adalah salah satu perjalanan yang sangat menyenangkan. Pesawat take off pada jam 6 pagi, ketika fajar menyingsing, menggantikan jam kerja bulan. Perlahan, dari bandara, dari gelap kepada terang, langit terlihat sangat ceria dengan langit oranye. Ketika ban pesawat tak menyentuh tanah lagi, mulailah terlihat pemandangan yang sang maestro tak mungkin dapat mewujudkannya, yang sang fotografer terbaik tak dapat mengabadi kan lukisan-Nya di subuh hari.

image

Awan cumulus berada di atas pesawat, seperti sang ayah yang melindungi keluarganya, dan juga berada di kaki pesawat, menjaga agar pesawat ini takkan jatuh ke pangkuan dewa poseidon. Namun, yang paling indah adalah garis oranye diantara dua cumulus tersebut, seperti sang ibu yang menenangkan hati anaknya.
Pesawat semakin bergerak ke atas, menembus cumulus yang berada di atasnya, seakan tak puas dengan lukisan garis oranye saja. Seiring waktu berdenting dengan menukiknya pesawat, rasanya seakan masuk ke dalam dimensi waktu yang berbeda, setelah cumulus tertembus. Mataku tak berkedip, namun tak juga merasa perih. Pemandangan yang takkan dapat kutemui di daratan, takkan pernah aku berkedip. Awan entah apakah namanya masih cumulus, membentuk sebuah ombak demi ombak. Aku di dalam laut angkasa dengan warna putih seperti kapas. Jika saja aku tak ingat tempat ku berpijak, pasti aku mengira itu adalah kapas yang terbang atau gulali yang dijual kaki lima yang berwarna putih. Pesawatku tak kunjung berhenti di ketinggian itu, ia masih mau menembus angkasa, menikmati yang lebih dari pada ini. Kembali aku masuk ke mesin waktu, dan masuk ke dimensi lain. Putih terang, tak terasa kalau pesawatku terbang. Seketika suasana hampa. Belum ada apapun yang muncul, sang pesawat masih berusaha untuk mengintip. Ketika ia berhasil, aku tak merasa di dalam bumi, aku benar - benar berada di dimensi dunia lain. Dunia apa ini? Apa namanya? Langitnya berwarna hijau ke biru di sisi kiri seperti 'agfa', sedangkan di bagian kanannya, berwarna kecoklatan, seperti 'vintage'. Tak mungkin ini bumi!
Jika aku tak di dalam pesawat, aku pasti langsung bermain di atas awan itu. Ia tak seperti awan, ia seperti laut yang mempunyai hewan - hewan yang ceria, berenang di dalamnya.
Pesawat pun berhenti menukik, menikmati pemandangan ini. Langit yang telanjang, awan yang seperti salju, air terjun bahkan air terjun Niagara ada di sini. Sang cakrawala memamerkan keindahan dirinya yang tak berbusana, gradasi warna dari putih ke hijau ke biru, tak ada pelukis yang dapat melukis ini. Detail - detail kecil di awan itu. Itu pasti salju, bukan awan. Aku curiga bahwa aku telah dibawa ke kutub.
image

image



Mentari tertawa malu melihat aku tercengang, sambil mengintip lewat sayap pesawat. Garis - garis lengannya terlihat olehku, betapa indahnya. 
image

Perlahan ia mulai berani menunjukkan dirinya, masih sambil mengintip ia tersenyum padaku. Aku tak berkedip melihatnya. Sungguh indahnya dunia ini. Tidak seperti dunia dimana aku tinggal. Semakin lama, ia menunjukkan dirinya utuh sebagaimana ia. Awan - awan takjub dan terdiam terpaku. Sedangkan, cahaya sang mentari membuat bayangan halus dan panjang terhadap awan tersebut. Bayangan itu terukir di atas laut di kakiku. Benar - benar indah.
image

Ingin sekali aku tinggal disini.

0 My Left Parts

Jumat, 01 Maret 2013
Semakin lama, semakin terasa. Bagian tubuh mana yang lemah. Seakan separuh ragaku pergi. Bukan lumpuh, hanya terlimitasi. Banyak cara kulakukan yang ampuh hanya permen karet untuk meredakan rasa sakit itu. ketika rasa itu datang, teringat kembali banyak memori dulu ketika aku sedang sakit, ketika ada yang memarahi aku karena terlalu kecapekan, ada yang sedih dan memerhatikanku. Semua itu, memori yang sungguh kurang ajar. Memori yang suka sekali muncul disaat - saat aku lemah, tak berdaya.
I hate my left parts.